Planit, Meteorit dan Komit : ilmusiana |
PADA tanggal 4 Oktober 1957, satelit pertama buatan manusia, yakni
Sputnik I milik U.S.S.R., melesat keruang angkasa menembus atmosfir bumi dan
mengawali abad astronomi angkasa. Hanya dalam
waktu 20 tahun saja sesudah peluncuran Sputnik tersebut, para ilmuwan telah
mempelajari seluk beluk tata surya secara lebih banyak daripada yang telah
dilakukan oleh semua pengamat bintang pada zaman yang telah lampau.
Selain beberapa balon dan roket jarak dekat,
sebelum tahun 1957 semua usaha manusia untuk mengamati benda-benda angkasa
hanya dilakukan dari muka bumi, melalui samudra udara di sekitar bumi yang
bergolak dan terkadang keruh. Kebanyakan hasil telaah manusia tentang tata
surya telah di peroleh dengan cara ekstrapolasi – suatu perhitungan matematika
yang sangat tertib dan menggunakan daya khayal, untuk menggambarkan keadaan
tempat yang tak dapat dicapai manusia. Ekstrapolasi yang terbaik ialah yang
dihasilkan secara langsung dari penggukuran massa, gerak dan jarak. Tetapi
lain-lain ekstrapolasi yang menyangkut bentuk tanah atau warna matahari
terbenam, atau yang membayangkan bagaimana kira-kira orang akan hidup di planit
tertentu, semua itu selalu didasarkan pada keterangan sebagian saja, dan paling
kini, setelah pesawat antariksa berdesing-desing atau malah mendarat pada
keempat planit lain, maka para ahli astronomi meraih banyak pengetahuan yang
telah mengelakkan diri dari manusia selama berabad-abad.
Tata surya sering dihuni
oleh semua bintang yang kita sebut matahari, sembilan planit, 34 bulan,
barangkali 50.000 asteroid, jutaan meteorit dan sekitar 100 milyar komit,
ditambah bintik debu, molekul gas serta atom lepas, yang tidak terbilang
jumlahnya. Genap 99,86 % dari seluruh zat tata surya terkandung dalam matahari.
Dari sisanya yang kecil sekali, gabungan bumi dan bulan hanya mengandung zat
yang jumlahnya kurang dari satu persen.
kATA planit berasal dari bahasa yunani Planetai, yang berarti
“penggembara”, dan menyatakan gerak-gerik planit yang nampaknya
terkantung-kantung di antara bintang tetap. Oleh karena perpusaran dan
peredaran bumi, semua bintang seolah-olah serentak bergerak dalam daur harian
dan tahunan yang teratur. Planit-planit pun ikut serta dalam gerak semu ini,
tetapi juga bergerak secara nyata menggelilingi matahari, sedangkan jaraknya
dari bumi cukup dekat hingga gerak yang sebenarnya pun dapat diketahui. Apabila
gerak ini digabungkan dengan gerak semu, maka timbullah ketidak-teraturan dan
kekacauan. Venus, misalnya, menamatkan satu peredaran menggelilingi matahari
dalam waktu 140 hari lebih singkat daripada kala edar bumi. Dalam perjalanan
itu sering dihampirinya bumi lewat lorong di antara bumi dan matahari. Sewaktu
mendekat maju dan berbelok di tikungan lorongnya, Venus tadi nampak melambat,
berhenti, lalu mundur.
Selain mempunyai kecepatan
yang berbeda-beda dalam mengitari matahari, kebanyakan planit bergerak pada
orbit yang berlain-lainan kemiringannya terhadap katulistiwa matahari. Kecuali
Pluto yang jauh sayup-sayup, tidak ada planit yang kemiringan orbitnya lebih
besar daripada bumi. Selama berputar mengitari “pinggang” matahari, bumi itu
turun naik sebanyak 14° garis lintang matahari. Ini berarti bahwa para penghuni
bumi pada umumnya melihat orbit planit-planit lain sedikit dari atas atau dari
bawah. Ini pun berarti bahwa planit-planit lain melintas didepan atau
dibelakang matahari, dan jarang melintasi permukaan matahari yang sesungguhnya.
Sebaliknya, planit itu seolah-olah mengelilingi sedikit di atas atau di bawah
permukaanya. Merkurius yang bergerak cepat itu melintas di depan matahari
sekitar 13 kali setiap abad. Venus menjalani dua “pelintasan” seperti itu
setiap 120 tahun sekali. Planit-planit lainnya, karena berputar diluar orbit
bumi, sama sekali tidak melintas, tetapi sesekali menghilang dibalik matahari.
Andaikata peristiwa ini dapat dilihat, para ahli astronomi zaman dulu agaknya
akan menciptakan sistim Kopernikus mereka sendiri. Tetapi seperti kita ketahui
sekarang, cahaya matahari yang menyilaukan itu tidak memungkinkan mereka untuk
melihat apakah planit-planit ada didepan matahari atau dibelakangnya.
Pada saat mencapai
orbitnya yang lonjong, Merkurius, yakni planit yang paling dekat matahari, mendekati
matahari sampai jarak kurang dari 45 juta kilometer, lalu berayun sampai sejauh
69 juta kilometer pada ujung orbit yang lain. Planit merkurius ini tak
mempunyai atmosfir yang melindungi permukaannya terhadap angin matahari yang
panas sekali, atau terhadap cahaya matahari yang menghanguskan. Jadi,
permukaannya yang menghadap matahari dipanggang pada suhu yang mendekati 450°
C, sedangkan sisinya yang gelap mengigil sampai suhu – 155° C.
Selain paling dekat matahari,
Merkurius juga planit terkecil. Massa planit tersebut hanya seperdua
puluh massa bumi, dan gaya tarik gravitasi pada permukaannya hanya tiga
perdelapan gravitasi bumi. Ini berarti bahwa roket tak akan memerlukan banyak
bahan bakar untuk melepaskan diri dari Merkurius, sebab bukannya 11,2 kilometer
per detiklah kecepatan yang dibutuhkannya – itulah kecepatan yang diperlukan
untuk melepaskan diri dari bumi – melainkan 4,2 kilometer per detik saja. Hal
ini juga berarti bahwa semua molekul gas purba Merkurius, yang semestinya dapat
menjadi atmosfir, telah terlempar dari planit itu ke angkasa – tertembus oleh
angin matahari hingga mencapai kecepatan lepas. Bagian dalam Merkurius
mempunyai banyak persamaan dengan perut bumi ; kerapatannya hampir sama,
sebab planit ini mengandung banyak unsur berat, terutama besi. Namun Mariner 10
milik Amerika Serikat, yang diluncurkan pada tahun 1973, mengungkapkan bahwa
wajah Merkurius mirip sekali dengan wajah Bulan, sebab sama juga bopeng-bopeng
akibat kawah dan cekungan. Namun berlainan dengan bulan, Merkurius juga
mempunyai sebuah dataran antar kawah serta tebing rendah berlekuk-lekuk yang
terbentang sampai ratusan kilometer tanpa terputus.
Planit yang kedua dari
matahari, dan yang paling dekat bumi ialah Venus. Atmosfirnya berupa selimut
awan putih kekuning-kuningan yang tak tertembus dan utuh tidak tersobek. Oleh
karena itu baru pada awal tahun 1960-an para ilmuwan dapat memastikan
panjangnya satu hari di Venus, suatu hal yang merupakan keterangan rutin saja
tentang planit. Dengan menggunakan teknik astronomi radar yang telah
diperbaiki, para ilmuwan menemukan bahwa Venus mempunyai hari yang lebih
panjang daripada planit mana pun juga, sebab sekali pusaran ditamatkannya dalam
delapan bulan bumi. Anehnya, jalan pusaran itu berlawanan arah dengan semua
planit lainnya kecuali Uranus – yaitu menurut arah jarum jam, bila dilihat dari
kutub utarannya. Jadi, dipandang dari Venus, matahari terbit dari barat dan
terbenam dari timur.
BERABAD-ABAD lamanya Venus merupakan teka-teki. Beberapa ahli astronomi pernah mengemukakan pendapat bahwa permukaanya
berupa gunung yang luas, atau rimba yang rimbun, atau satu bentangan samudra
air soda. Ada ilmuwan yang berpendapat bahwa planit tersebut diliputi minyak,
sementara seorang ahli lagi bersikeras bahwa awan tersebut pasti terdiri dari
formaldehida. Namun ketika satelit pertama dalam rentetan venera sovyet pada
tahun 1961 dan Mariner Amerika Serikat pada tahun 1962 terbang melewati planit
Venus, main tebak sewenang-wenang itu berhenti. Data yang dikumpulkan oleh
pesawat antariksa itu menunjukkan bahwa dalam beberapa kawasan Venus terdapat
lereng-lereng terjal berhamburkan batu-batu yang bersegi-segi tajam, sementara
beberapa kawasan lain diliputi oleh birai-birai batuan berlapis-lapis. Dengan
radar ditemukan sejumlah kawah berdinding rendah, sebuah gunung berapi raksasa
dan sebuah lembah celah yang panjangnya 1.300 kilometer, lebarnya 140 kilometer
dan dalamnya 1,6 kilometer lebih.
Atmosfir Venus pada
umumnya terdiri dari karbon dioksida ; selain itu terdapat juga nitrogen
dan gas lembam yang berjumlah kurang dari lima persen, 0,5 persen oksigen dan
0,5 persen uap air. Awan Venus berupa tetes-tetes kecil asam belerang – yakni larutan
yang 85 persennya berupa asam belerang, dan mungkin mengembun menjadi hujan
yang panas dan korosif. Awan tersebut memantulkan kembali sebagian terbesar
radiasi matahari ke angkasa, dan hanya satu persen saja yang mencapai permukaan
Venus sebagai cahaya kasat mata. Genap 20 persen dari radiasi matahari diserap
oleh awan dan diubah menjadi radiasi inframerah serta ultraviolet, yang diserap
oleh tanah dan dibaurkan sebagai radiasi termal inframerah. Panas yang keluar
ini dijebak oleh tudung awam, seperti halnya panas yang dijebak oleh atap pada
rumah kaca. ‘’akibat rumah kaca’’ ini telah berlangsung selama jutaan tahun,
dan telah menambah suhu rata-rata Venus sampai 500o C ; suhu
setinggi itu bahkan juga terdapat dibelahan Venus yang gelap. Namun betapa pun
anehnya sifat Venus, ciri-ciri umumnya serupa dengan ciri bumi. Ukuran serta
kerapatannya lebih kurang sama dengan ukuran dan kerapatan bumi, sedangkan gaya
tarik gravitasi dikedua planit ini pun sebanding.
SESUDAH bumi, menurut urutan dari
matahari, planit berikutnya ialah Mars, yang jauhnya 227 juta kilometer dari
matahari. Pada zaman awal teleskop, beberapa ahli astronomi mengira bahwa
mereka melihat garis-garis lurus panjang yang bersiku-siku di gurun merah dalam
kawasan katulistiwa Mars. Beberapa orang menyimpulkan bahwa garis-garis itu
mungkin adalah terusan yang dibuat oleh makhluk cerdas, untuk membantu mengairi
planit yang kelihatan jelas sedang mengering. Penerbangan lewat Mars oleh
Mariner pada tahun 1960-an dan 1970-an serta pendaratan Viking di Mars mulai
tahun 1976 semuanya tidak mengungkapkan bukti tentang terdapatnya terusan. Akan
tetapi pesawat Viking menemukan bukti melimpah tentang bekas-bekas adanya air
yang dahulu pernah mengalir.
Pesawat Viking telah
memotret banyak saluran; saluran itu jelas tergali oleh banjir yang melanda
seluruh planit Mars satu juta milyar tahun yang lalu atau lebih. Akibat
rendahnya suhu dan tekanan di Mars, maka kini tidak terdapat air yang mengalir.
Setiap hari, apabila planit tersebut dipanaskan sedikit oleh matahari,
hablur-hablur es dipermukaanya langsung berubah menjadi uap air; kemudian, pada
waktu datang malam yang dingin, uap itu kembali menjadi es. Tanahnya yang
tandus diliputi oleh batu-batuan serta bukit pasir yang merah jingga, oleh
sebuah lembah raksasa yang membuat Grand Canyon kelihatan kecil sekali, serta
gunung-gunung berapi yang menjulang tinggi. Olympus Mons, yakni gunung berapi
terbesar di Mars, dua setengah kali lebih tinggi daripada gunung Everest di
atas permukaan laut. Jauh diatas gunung tersebut, langit Mars berkilau-kilauan
dengan warna merah jambu jingga kekuning-kuningan, diwarnai oleh butir-butir
debu yang melayang dalam atmosfir. Atmosfir Mars sebagian besar terdiri dari
karbon dioksida, tetapi juga mengandung oksigen dan nitrogen, yakni dua macam
gas yang pokok bagi kehidupan. Meskipun sejumlah unsur dalam contoh-contoh
tanah pada Viking itu mengeluarkan karbon dioksida dan oksigen, seperti halnya
organisme bumi, namun para ilmuwan tetap sangsi akan adanya kehidupan dalam
bentuk apa pun di Mars sekarang, sebab dalam tanah tersebut tidak terdapat
bahan-bahan organik yang cukup berarti.
Di seberang Mars yang
pucat dan tidak berarti, tata surya nampaknya berangsur-angsur habis. Sejauh
550 juta kilometer berikutnya dari arah matahari, terbentanglah angkasa kosong,
tidak dihuni oleh sesuatu apapun kecuali sejumlah asteroid, yakni pulau-pulau
batuan serta logam yang kecil dan kasar; bila digabungkan, seluruh massa
asteroid hanyalah lima persen massa bulan. Asteroid yang pertama ditemukan pada malam pertama Abad ke-19 oleh seorang
ahli astronomi Italia bernama Giuseppe Piazzi. Asteroid ini dinamakannya Ceres.
Pengukuran yang dilakukan kemudian telah menggungkapkan bahwa Ceres itu berupa
pulau yang mengorbit, dan terdiri dari batuan yang permukaannya bergerigi.
Ceres adalah yang pertama
dan terbesar diantara semua asteroid. Lain-lain asteroid dengan cepat dan
berturut-turut ditemukan: Pallas, selebar 480 kilometer, pada tahun 1982; Yuno,
190 kilometer pada tahun 1804; dan Vesta, 380 kilometer, pada tahun 1807.
Sekarang diperkirakan bahwa kurang lebih ada 30.000 asteroid yang agak besar;
ukurannya berkisar antara asteroid utama yang bermatra tiga seperti Ceres dan
gunung-gunung terbang yang kecil, misalnya Ikarus, yang garis tengahnya hanya
1,6 kilometer. Menurut taksiran, asteroid yang lebih kecil lagi – sebesar batu
raksasa, kerikil atau batu pasir – jumlahnya bermilyar-milyar. Kira-kira baru
ada 3.000 buah yang telah diamati dengan cermat sekali, sehingga orbit-orbitnya
dapat dipetakan, dan tempat tujuannya kelak pun dapat diramalkan.
Diantara lebih kurang
3.000 asteroid yang telah ditelusur, setiap asteroid mengedari matahari dari
barat ke timur seperti bumi dan planit-planit lain. Karena kebanyakan asteroid
bergerak dalam sebuah sabuk lebar yang terletak diantara Mars yang kecil dan
raksasa Yupiter, maka Yupiterlah yang mengendalikan gerak-geriknya. Salah satu
akibat planit yang besar itu adalah adanya rangkaian sela-sela aneh dalam jalur
orbit asteroid yang berbentuk gelang itu. Andaikata salah satu asteroid
menempati salah satu sela tadi, maka asteroid tersebut akan mulai berjejer
dengan Yupiter tepat pada satu (atau dua atau tiga) titik yang sama disepanjang
lajur pacuan angkasa tadi. Karena asteroid tersebut berkali-kali melewati
Yupiter pada bentangan yang sama, maka karena makin banyaknya sentakan
gravitasi, maka melengkunglah orbit asteroid tersebut hingga meninggalkan sela
yang terlarang itu.
Pengaruh Yupiter
sedemikian merajalela di kawasan sekitarnya, sehingga beberapa asteroid tetap
dicengkeram dalam kungkungan Yupiter dengan cara sebagaimana planit
mengkungkung satelit. Asteroid-asteroid tersebut diberi julukan “Pahlawan
Troya”, berdasarkan kisah Homerus mengenai pahlawan-pahlawan yang berjuang
dalam perang Troya. Dengan tepat PahlawanTroya ini mengikuti lorong Yupiter
mengelilingi matahari; lima di antaranya dengan hormat mengikuti Yupiter dari
belakang sejauh seperenam busur orbit, sementara sembilan lainnya berjalan di
depan planit raksasa itu.
TARIKAN Yupiter yang terkuat pada asteroid terkadang menyebabkan salah satu
asteroid itu melakukan rangkaian perjalanan orbit mendekati matahari atau
mendekati planit-planit luar. Sekarang asteroid Ikarus dibawa oleh orbitya dua
kali lebih dekat ke matahari, bahkan sampai sedekat Merkurius, sedangkan
asteroid Hidalgo terayun oleh orbitnya sampai sejauh Saturnus. Asteroid yang
tersesat ke arah matahari atau ke arah angkasa seperti itu mungkin kelak akan
bersilangan orbit dengan Yupiter. Kemudian asteroid itu akan terlempar lagi
sampai tersesat atau ditarik kembali ke dalam pangkuan Yupiter. Sementara itu
perjalanannya sering menjadi mantap, dan mengantarkannya terlalu dekat ke bumi,
hingga menggelisahkan. Eros – batuan berbentuk cerutu yang panjangnya 24 kilometer,
lebarnya delapan kilometer, dan berjungkir balik dari ujung ke ujung sambil
mengedari matahari – dapat mendekati bumi sampai sedekat 22 juta kilometer.
Amor, Ikarus, Apollo dan Adonis dapat terbawa oleh orbitnya hingga lebih dekat
lagi menuju bumi.
Asteroid terkadang cukup
dekat bumi hingga bertabrakan dengannya. Di antara asteroid berukuran batu
raksasa, yang bernama meteorit, setiap tahun ada sekitar 1.500 buah yang
menimpa bumi. Sebaliknya, gunung terbang yang berukuran penuh diperkirakan
menabrak dengan jauh kurang seringnya, barangkali rata-rata sekali setiap
100.000 tahun. Baru akhir-akhir ini para ahli geologi mulai mengenali
“astroblem” atau luka bintang, yang ditimbulkan oleh tabrakan tersebut. Akan
tetapi berdasarkan bukti yang digali hingga kini, bahwa bumi tetap tidak
menjadi bopeng-bopeng seperti bulan itu agaknya hanya berkat atmosfir pelindung
serta daya penyembuh berupa tetumbuhan, pengikisan serta terbentuknya gunung.
Setelah melewati Mars dan asteroid, sampailah kita pada Yupiter. Planit
ini mempunyai ukuran luar biasa, dan bahannya pun demikian berbeda hingga
hampir dapat dikira jenis baru. Volume Yupiter lebih dari seribu kali volume
bumi. Massanya lebih dari dua kali massa gabungan kedelapan planit lainnya. Planit ini diiringi oleh 14 satelit; dua di antaranya lebih besar daripada
bulan bumi. Planit raksasa ini terutama terdiri dari cairan hidrogen, amoniak,
helium dan metan; semua itu terdapat dibumi sebagai gas. Teras terdalam Yupiter
mungkin berupa batuan dan logam, tetapi mungkin bukan itu, melainkan hidrogen
dalam bentuk logam berat karena terpampat oleh bobot raksasa lapisan luar
Yupiter; itulah tekanan yang besarnya sama dengan puluhan juta kali tekanan
atmosfir bumi. Atmosfir Yupiter beribu-ribu kilometer tebalnya. Maka agar dapat
menembusnya ke angkasa luar, sebuah roket harus mencapai kecepatan 59 kilometer
per detik.
Bulatan yang gembung,
raksasa di antara segenap planit itu berpusar menamatkan hari yang panjangnya
sedikit kurang dari 10 jam; inilah hari yang paling singkat di antara hari
planit lainnya. Yupiter berpusar sedemikian cepatnya, hingga khatulistiwanya
kelihatan membengkak, dan poros kutubnya mengerut sampai hanya sebesar 15/16
garis tengah khatulistiwanya. Keganasan gejolak atmosfir yang disebabkan oleh
pusingan ribut Yupiter itu luar biasa. Lintasan gas berwarna membentuk
garis-garis yang jelas di seluruh atmosfir; garis itu berwarna terang di tempat
gas yang lebih tinggi dan lebih sejuk, dan berwarna gelap di tempat gas yang
lebih rendah dan panas.
SEBUAH Bintik Merah, yang garis tengahnya lebih panjang daripada garis
tengah bumi, sekurang-kurangnya selama tiga abad telah melayang disebelah
selatan khatulistiwa Yupiter; bintik tersebut kadang kala luntur menjadi merah
jambu lembut, dan terkadang mekar menjadi merah jingga. Tidak ada keterangan
yang dapat menjelaskan keadaan bintik itu. Baru pada tahun 1973, Pioneer 10
milik Amerika Serikat memotret pusaran spiral pada awan dalam bintik merah
tadi; dan menunjukkan bahwa bintik itu adalah gangguan siklon dalam atmosfir
Yupiter. Ciri lain pada lapisan luar Yupiter yang penuh badai itu adalah adanya
sebuah medan magnit yang kuat; medan magnit itu memancarkan isyarat-isyarat
radio gelombang pendek yang cukup kuat untuk mencapai bumi, padahal jauhnnya kira-kira
640 juta kilometer.
Di seberang Yupiter
terletak Saturnus, suatu dunia setengah jadi yang luar biasa besarnya dan penuh
gas, massanya 95 kali massa bumi, tetapi kerapatannya hanya 7/10 kerapatan air.
Andaikata ada orang yang dapat menemukan samudra yang cukup luas untuk diceburi
Saturnus, maka planit ini akan terapung. Setelah mengintai Saturnus dengan
teleskopnya, Galileo menggambarkan Saturnus
sebagai planit yang bertelinga. Sebenarnya apa yang disangkanya telinga itu –
sebagai akibat teleskopnya yang sederhana – adalah tiga cincin yang
menggelilingi Khatulistiwa Saturnus. Cincin-cincin ini terbentang sejauh 130.000
kilometer di atas permukaan laut, dan berbentuk piringan mirip cincin sekrup
yang tebalnya hanya dua atau tiga kilometer. Pemeriksaan radar pada tahun 1973
mengungkapkan bahwa cincin itu terdiri dari bungkah-bungkah besar berupa bahan
padat barangkali – barangkali batu-batuan berlapis es. Bungkah-bungkah batuan
ini mengitari planit bagaikan kawanan bulan kecil. Meskipun ukurannya lebih kecil
dan bercincin, Saturnus sedikit mirip Yupiter tetangganya; sebab Saturnus pun
mempunyai atmosfir lorek-lorek; katulistiwannya menempuh sekali putaran dalam
waktu yang lebih singkat daripada kedua kutubnya; planit ini pun diiringi oleh
rombongan satelit, dan jumlah radiasi tenaganya melebihi jumlah tenaga yang
diterimanya dari matahari.
Saturnus adalah planit
terakhir di antara lima planit yang diketahui sejak zaman dahulu, dan nampak
oleh mata telanjang. Sejauh 144 milyar kilometer di belakangnya, pada jarak dua
kali jarak Saturnus dari matahari, terdapatlah Uranus, sebuah massa metan dingin,
yang secara kebetulan ditemukan oleh William Herschel pada tahun 1781. Herschel
mengira bahwa benda yang diamatinya itu adalah sebuah komit, tetapi beberapa
bulan kemudian, setelah orbitnya dihitung, ternyata benda itu menggelilingi
matahari, pusaran pada porosnya berarah mundur, seperti Venus. Selama 196 tahun
sesudahnya, tidak ada yang mengetahui bahwa Uranus mempunyai cincin. Baru pada
tahun 1977, tiga ahli astronomi yang mengamatinya dari pesawat udara menemukan
cincin itu dengan bantuan teleskop 100 sentimeter yang sederhana.
CIRI Uranus yang paling mengejutkan adalah daur musimnya. Katulistiwa
planit ini miring 98o pada bidang orbit – bandingkan dengan
kemiringan katulistiwa bumi yang hanya 23,5o. ini berarti bahwa pada
satu ujung orbitnya, kawasan kutub selatan Uranus mendapatkan segala macam
kehangatan limpahan matahari yang jauh itu, sedangkan diujung orbit lain, yakni
42 tahun kemudian, kutub utara pun menerima berkat yang sama. Di kawasan kutub
Uranus yang sedang mengalami kegelapan, perputaran harian planit itu bukan
membawa pergantian fajar dan senja, melainkan hanya pawai bintang-bintang yang
terus-menerus berkisar pada langit malam.
Neptunus, planit di
sebrang Uranus, jauhnya hampir 4,49 milyar kilometer dari matahari, dan
ditemukan sebagai hasil perhitungan langsung berdasarkan mekanika langit
ciptaan Isacc Newton. Selama 60 tahun sesudah penemuan Uranus, para ahli
astronomi telah menemukan ketidak-teraturan dalam orbit planit tersebut, dan
ketidak-teraturan ini tidak dapat dibiarkan, sebab merupakan penyimpangan yang
besarnya hampir dua mirip busur. Hal ini mendorong para ahli untuk menarik
kesimpulan bahwa pasti ada sebuah planit tak Nampak yang terletak di seberang
Uranus, dan planit inilah yang tentu menyebabkan gangguan tadi.
Pada tahun 1840-an
seorang ahli matematika bangsa Inggris bernama John Couch Adams dan ahli
matematika bangsa Prancis bernama Jean Joseph Leverrier, masing-masing secara
terpisah menghitung, di manakah seharusnya letak planit yang banyak mengganggu
itu. Dengan menggunakan perhitungan Leverrier serta angka-angkanya, pada tahun
1846 seorang ahli astronomi bangsa Jerman mengarahkan teleskop ke jurusan yang
telah disarankan itu, dan dalam waktu setengah jam menemukan Neptunus. Ternyata
planit itu berupa bulatan hijau muda yang radiasinya tidak lebih cemerlang
daripada radiasi bintang yang bermagnitudo delapan. Satu kali peredarannya
mengelilingi matahari ditamatkan dalam waktu 166 tahun. Neptunus diiringi oleh
dua satelit, satu diantaranya (yang bernama triton) mempunyai ciri khas, yakni
lebih besar daripada bulan dan lebih dekat planitnya.
Setelah Neptunus
ditemukan, para ahli astronomi mulai menyangka bahwa masih ada sebuah planit
yang mengganggu orbit Neptunus, seperti halnya Neptunus telah mengganggu orbit
Uranus. Pada tahun 1930 Clyde Thombaugh menemukan planit Pluto, meskipun
cahayanya kira-kira 700 kali lebih redup daripada cahaya Neptunus, dan besarnya
sepersembilan ukuran yang diduga semula. Pluto mengorbit secara eksentrik, dan
jauhnya dari matahari berkisar antara 7,56 milyar dan dan 4,5 milyar kilometer.
Oleh karena orbitnya yang ganjil dan yang terayun-ayun dalam lingkungan orbit
Neptunus, maka banyak ahli astronomi menganggap bahwa Pluto adalah bekas satelit
Neptunus yang terlepas dari planit ini pada awal terjadinya tata surya. Adapun
teorinnya adalah sebagai berikut: ketika matahari menyala untuk pertama kali,
didorongnya banyak sekali gas keluar dari atmosfir Neptunus yang sedang
terbentuk. Sementara itu massa dan gaya gravitasi planit tersebut berkurang
sedemikian banyaknya sehingga Pluto tercerai dari induknya.
Pluto mempunyai tahun
yang terpanjang dalam tata surya, sebab memerlukan lebih dari 248,4 tahun bumi
untuk menamatkan sekali peredarannya mengelilingi matahari. Pluto pun adalah
planit yang terdingin, sebab suhunya berkisar antara -130o dan -210o C.
Di tepi tata surya yang dingin membeku, diseberang Pluto,
mungkin masih ada lagi beberapa planit yang belum ditemukan. Akan tetapi
penelitian luas yang seharusnya sudah mengungkap kehadiran benda sebesar Pluto,
hingga kini ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Menurut teori, kekuatan
gravitasi matahari kira-kira meliputi kawasan yang luasnya sampai sejauh seribu
kali orbit Pluto, sebelum pengaruhnya mulai tersingkir oleh tarikan lain-lain
bintang. Namun planit apa pun yang mungkin terdapat pada bentangan raksasa itu
agaknya tidak besar, padat pun tidak.
SATU-SATUNYA benda
angkasa yang diketahui mengembara di pinggir-pinggir tata surya yang beku itu
ialah komit yang banyaknya sekitar 100 milyar. Komit itu bukan hanya melintas di
dalam daerah piringan datar planit-planit, melainkan juga dalam bola selubung
di sekeliling tata surya, dan mencapai jarak 16 triliun kilometer atau lebih
menuju wilayah bintang-bintang tetangga matahari. Namun sedikit sajalah komit
yang pernah tiba di kawasan pusat panas disekitar matahari, tempat para ahli
astronomi dapat menelaahnya. Komit yang pernah sampai ke sana telah
mengungkapkan suatu kenyataan yang mengherankan: tubuhnya semata-mata berupa
kumpulan gas beku dan kerikil halus, garis tengahnya pun hanya beberapa
kilometer saja, dan kerapatannya lebih kecil daripada kerapatan air.
Pada waktu berkelana sendirian dalam angkasa, komit itu
tak berekor. Tetapi sewaktu mendekati matahari, tenaga matahari menguapkan
lapisan-lapisan luarnya, membengkakkan kepala komit, dan menghembus sebagian
bahannya, sehingga terbentuklah ekor cahaya pijar yang menjulur ke arah
angkasa. Dalam keadaan seperti ini seluruh volume komit dapat memenuhi ruang
yang lebih luas daripada ruang yang ditempati matahari, tetapi komit sebesar
itu sebenarnya bukan apa-apa, sebab bobotnya hanya sepersejuta milyar
matahari. Semakin mendekati matahari,
arus zarah-zarah matahari semakin mengacaukan komit, sehingga terciptalah
kantung-kantung yang meletus di dalam tubuh komit yang mirip sepon itu, dan
mengulur ekornya lebih panjang lagi. Komit besar pada tahun 1843 mempunyai ekor
yang menjulur sepanjang 800 juta kilometer. Komit Halley, yang kembali setiap
76 tahun, sedemikian cemerlang sehingga setiap kali lewat, komit itu dicatat
dalam tambo-tambo bangsa cina dan jepang; sejak tahun 240 S.M., pencatatan tadi
hanya alpa sekali saja. Rupa-rupanya komit tersebut pertama kali dilihat tahun
467 S.M..
NASIB komit yang terlalu
sering bermain dengan api matahari digambarkan oleh riwayat komit Biela yang
singkat dan rebut. Pada tahun 1772 pertama kali komit ini terlihat terpelanting
dari angkasa. Setelah menghentikan tarian pertamannya dekat matahari dan pergi,
komit itu muncul kembali di lingkungan matahari secara berkala, yakni setiap
enam setengah tahun sekali. Dalam perkelenaannya pada tahun 1846, tubuhnya
sekonyong-konyong terbelah menjadi dua komit yang bergerak sejajar. Pada tahun
1852 komit itu muncul sekali lagi dalam bentuk terbelah, kemudian lenyap. Dua
puluh tahun kemudian para ahli astronomi masih mencarinya, sementara seluruh
Eropa tiba-tiba diganjar hujan piroteknik berupa meteor yang habis terbakar
sewaktu memasuki atmosfir bumi. Hujan percikan api kosmik tadi makin kebarat
makin bertambah besar. Sewaktu hujan tiba di Inggris, orang dapat melihat
seratus meteor bernyala-nyala setiap menit. Di atas samudra Atlantik
pertunjukan itu berangsur-angsur hilang, sehingga penduduk New York hanya
menyaksikan gerimis api pada tengah malam. Sejak itu perhitungan yang cermat
telah membuktikan bahwa meteor-meteor tadi sebenarnya adalah sisa komit Biela
yang bersilangan dengan orbit bumi, tepat pada saat akan berpapasan dengan
bumi. Sepanjang tahun-tahun yang silam,
pada waktu komit Biela masih berwujud komit, terjadilah permainan
berkejar-kejaran antara benda tersebut dan bumi, sehingga hampir terjadi
tabrakan.
Jikalau sebuah komit sungguh-sungguh berlanggaran dengan
bumi sebelum terkelupas serta menjadi berantakan akibat pengaruh matahari,
hantaman komit itu jauh lebih hebat daripada apa yang pernah diduga tentang
benda yang selembut itu. Pada tanggal 30 Juni 1908 sebuah ledakan dahsyat mengguncangkan
rimba belantara sepanjang sungai Tunguska di Siberia. Pohon-pohon tertumbangkan
seperti rentetan domino sampai sejauh 50 kilometer dari pusat ledakan.
Orang-orang rebah ke tanah, dan kaca-kaca jendela pun terlempar hingga 160
kilometer jauhnya. Sejauh 600 kilometer dari sana, seorang masinis tiba-tiba
menghentikan secara apinya dengan bunyi melengking, ketika Rel Kereta Api
Lintas Siberia melengkung dan bergoyang didepan matanya. Tekanan ledakan itu
mempengaruhi barometer sejauh negeri Inggris. Dan di seluruh Eropa Utara,
selama pekan berikutnya, kala senja Nampak aneh karena lebih panjang dan
kelihatan indah, semua itu akibat selubung debu yang telah terlempar ke
atmosfir.
Apa yang menyebabkan ledakan itu adalah suatu rahasia. Di
tempat itu sendiri para ilmuwan tidak dapat menemukan kawah yang cukup besar
dan tidak terdapat pecahan-pecahan kecuali butir-butir kecil yang telah terpadu
menjadi satu dan terhunjam dalam tanah seperti peluru saja. Akhirnya, pada
tahun 1960, pemeriksaan saksama dilangsungkan oleh Panitya Meteorit dari Akademi
Ilmu Pengetahuan Sovyet. Dalam laporan terakhirnya ketua Vassily Fesenkov
mengumumkan bahwa ledakan tersebut pasti disebabkan oleh kepala komit. Menurut
taksirannya, panjang garis tengah komit tadi beberapa kilometer dan bobotnya
lebih kurang sejuta ton. Dengan kata lain, andaikata Fasenkov benar, seluruh
kejadian yang hebat itu hanya ditimbulkan oleh sebuah komit kecil saja. Komit
itu beratnya hanya seperjuta bobot pengacau-pengacau semacam itu yang terlihat
berkeliaran dalam tata surya. Namun orbit si kerdil tadi sedemikian rupa hingga
tabrakannya dengan bumi hampir beradu kepala, dan bukan mengejar bumi dari
belakang. Maka kecepatan gabungan dalam tabrakan itu lebih kurang
40 kilometer per detik.
Meskipun sebab yang paling masuk akal dalam ledakan Tanguska
tadi adalah sebuah komit, namun masalahnya sama sekali belum terselesaikan.
Untuk menerangkan peristiwa tersebut diatas, para ilmuwan kerap kali masih
menerbitkan lain-lain teori yang lebih merangsang daya khayal. Ada
bermacam-macam sebab yang telah diajukan, dari teori tentang peralatan nuklir
yang ditembakkan ke bumi oleh peradaban luar bumi yang maju, sampai teori
tentang sebuah“lubang hitam“ (yakni benda angkasa aneh yang terbentuk dari
sebuah bintang raksasa yang sudah sekarat); benda kecil ini melintasi lorong
bumi dengan kecepatan 40.000 kilometer setiap jam.
BEBERAPA kecelakaan besar,
yang menimpa bumi di sepanjang jalan rayanya dalam angkasa, menutup perhatian
kita terhadap tabrakan-tabrakan yang lebih kecil, pada hal tabrakan kecil
inilah yang jauh lebih banyak terjadi. Bumi memang tidak begitu sering bertemu
dengan komit atau asteroid, dan juga jarang sekali bertemu dengan meteorit yang
ukurannya sedemikian besar hingga tidak habis terbakar dalam api yang
bernyala-nyala akibat gesekan atmosfir. Namun setiap hari planit kita ini
berbenturan dengan kira-kira 100 juta bintang jatuh serta milyaran meteorit
mikro yang tak terbilang banyaknya. Meteorit mikro ini semuannya hanya
merupakan butiran debu, yakni sekam yang tersisa sesudah kehancuran komit atau
setelah tergilingnya asteroid akibat tabrakan satu sama lain yang terjadi
terus-menerus selama masa penggambarannya. Akan tetapi jika semuannya
dijumlahkan, guncangan-guncangan yang kecil itu menambah bahan kepada bumi, dan
menurut taksiran jumlahnya sekitar empat juta ton setiap tahun. Ini berarti
bahwa sebagian tanah yang dibajak oleh setiap petani adalah debu bintang purba,
yang telah tergiling dan teraduk oleh angin serta hujan selama beribu-ribu
tahun.
4 Comments
Artikelnya sangat bermanfaat.. bisa menambah ilmu pengetahuan agar semakin luas..
ReplyDeleteterima kasih silakan untuk berkunjung kembali dan lihat article terbarunya
Deletemenarik banget tapi gambarnya terlalu sedikit
ReplyDeleteterima kasih kak sarannya, untuk postingan postingan berikutnya kami usahakan untuk menambah banyak gambar agar mudah di mengerti juga akan ditambahkan video video penunjang jga.
Delete