Terdiri dari Apakah Galaksi Kita?


PERMUKAAN matahari yang kasar dan merah tampak luas dan bopeng. Tetapi lain-lain bintang di langit terlihat bagaikan berkas cahaya halus keperak-perakan, tanpa wajah, tanpa bentangan dan tanpa bentuk. Seandainya atmosfir bumi itu tembus cahaya secara sempurna, dan angkasa sekitas bumi benar-benar kosong, maka dengan teleskop Hale yang lebarnya 500 sentimeter bintang-bintang terdekat dan terbesar akan terlihat jelas sebagai piringan yang lebarnya tidak lebih dari 0,001 sentimeter. Akan tetapi gambar itu terlalu kecil, seshingga boleh dikata tambahan kerlipan kabur oleh lapisan udara bumi yang berkilauan akan menutup cahaya bintang itu sama sekali. Ini berarti bahwa bintang-bintang yang berkelip-kelip dan bertaburan di langit – apakah seterang bom atau sesuram kunang-kunang – semuanya akan terlihat dalam teleskop sebagai titik cahaya yang tidak bermatra. Baru pada tahun 1974-lah para ahli astronomi menguak selimut bumi untuk mengenali raut atmosfir sebuah bintang – yakni Betelgeuse – dengan teknik komputer yang disebut interfromentri bintik.
 
bintang dan galaksi (www.global.liputan6.com)
     Bintang-bintang yang berupa titik sebesar tusukan jarum itu menimbulkan dua pertanyaan penting yang harus dijawab oleh ilmu astronomi: di mana dan apakah sebenarnya bintang itu? Dalam empat dasawarsa terakhir, setelah berupaya berabad-abad lamanya, akhirnya diperoleh jawaban atas kedua pertanyaan tadi. Bintang adalah reaktor termonuklir raksasa, dan bahannya berupa gas yang diatur oleh gravitasi; bintang-bintang itu tertata dalam dalam ruang angkasa, dan membentuk sistim maha besar yang disebut galaksi. Matahari berserta 7.000 bintang lebih yang dapat dilihat dengan mata telanjang hanyalah merupakan sebagian kecil penghuni satu galaksi, yakni Bima Sakti.

      Selama usahanya untuk mengetahui tata bintang dalam angkasa, para ahli astronomi dengan teleskop dan alat pengukur sudut telah meneliti satu juta bintang lebih, dan mencatat kedudukannya dalam katalog. Tetapi untuk memperoleh gambar perspektif alam semesta, mereka perlu mengetahui jarak dan arah bintang. Cara paling langsung untuk mengukur jarak bintang ialah mengukur paralaksnya, yakni pergeseran semuanya pada latar belakang bintang-bintang yang lebih jauh selama jangka waktu enam bulan. Sayangnya, cara langsung ini hanya dapat diterapkan pada jarak yang cukup dekat. Dalam jarak 30 tahun cahaya, kedudukan bintang dapat ditentukan dengan tingkat ketelitian 85 persen lebih. Tetapi hanya sejumlah kecil bintang (170 buah) sajalah yang berada dalam batas jarak dekat ini. Lebih jauh dari 30 tahun cahaya, pengukuran paralaks secara langsung menjadi semakin sulit. Para ahli astronomi menganggap 500 tahun cahaya sebagai batasnya.


SEBELUM Friedrich Wilhelm Bessel pada tahun 1838 untuk pertama kali melakukan pengukuran paralaks, para ahli astronomi mempunyai gagasan bahwa jarak bintang dapat ditentukan berdasarkan kecerlangan semuannya. Pada waktu itu ada perkiraan bahwa kecerlangan masing-masing bintang akan sama, seandainya dapat dilihat dari jarak yang sama. Berdasarkan dugaan ini, para ahli astronomi mengembangkan metode-metode cermat untuk mengukur kecerlangan atau keredupan bintang sebagaimana nampaknya – atau magnitudo bintang. Mereka berharap agar pada suatu ketika hasil pengukuran ini akan dapat diterjemahkan ke dalam jarak, berdasarkan rumus yang sederhana: makin terang berarti makin dekat, makin redup berarti makin jauh. Tetapi setelah jarak paralaks bintang dekat dapat ditentukan, jelaslah bahwa keredupan atau kecerlangan bintang tidak hanya tergantung pada jarak, sebab beberapa bintang senyatanya lebih cemerlang daripada bintang-bintang lainnya. Bagi mata telanjang, misalnya, dua buah bintang yang paling terang di langit adalah Sirius dalam rasi Canis Maior (anjing besar), dan Canopus di Carina (rasi Lunas Perahu, di Belahan Langit Selatan). Sirius terlihat dua kali lebih cemerlang daripada Canopus, tetapi dari pengukuran paralaks ternyata Sirius hanya sejauh 8,7 tahun cahaya, sedangkan Canopus berjarak 100 tahun cahaya. Ini berarti bahwa dalam kenyataannya nyala Canopus tidak lebih lemah daripada nyala Sirius, tetapi justru sebaliknya, 65 kali lebih cemerlang.

      Walaupun ukuran kecerlangan tidak berlaku begitu saja bagi semua bintang, para ahli astronomi masih mengharap bahwa ukuran itu akan dapat dipakai untuk salah satu jenis bintang. Untuk menjajaki kebenarannya, mereka harus mengelopokkan bintang di sekitar matahari, menentukan jaraknya dengan paralaks, dan mencari kembarannya yang redup pada jarak yang lebih jauh. Meskipun masih terus berkembang, usaha yang berat itu telah terbukti menjadi kunci alam semesta, dan membuka gerbang pengetahuan manusia tentang jarak raksasa yang memisahkan Bima Sakti dengan galaksi-galaksi di luarnya. Secara umum ada banyak jenis bintang yang jaraknya dapat disingkap menurut rumus “makin terang, makin dekat; makin redup makin jauh”. Salah satu jenisnya yang terpenting – karena dapat dikenali dari jarak jauh – ialah bintang Cepheid yang molah-malih, yakni Semacam bintang berdenyut yang cahayanya menjadi terang dan lemah secara ajeg, iramanya tergantung pada kecerlangan aslinya. Makin besar kecerlangan rata-rata Cepheid, makin panjang irama denyutnya. Sebuah Cepheid dengan kala denyut 30 hari rata-rata 4.000 kali lebih cemerlang daripada matahari. Cepheid dengan kala denyut satu hari hanya 100 kali lebih cemerlang daripada matahari. Sesudah menentukan kala denyut Cepheid, ahli astronomi modern yakni bahwa mereka dapat menghitung kecerlangan asli rata-rata – magnitudo mutlak – dengan tingkat ketelitian sebesar 90 persen. Setelah membandingkan hasilnya dengan kecerlangan semu rata-rata – magnito semu – mereka dapat menentukan jaraknya dengan tingkat ketelitian yang sama. Hal ini dapat diterapkan baik pada bintang yang jauhnya hanya 650 tahun cahaya, misalnya Polaris, Cepheid terdekat, maupun pada bintang yang jaraknya lebih dari dua juta tahun cahaya, misalnya Cepheid dalam galaksi Andromeda di luar Bima Sakti.


KEBANYAKAN bintang lain yang digunakan sebagai alat penaksir jarak tidak dengan mudah dapat dikenali seperti bintang-bintang Cepheid, akan tetapi bintang-bintang lain itu merupakan mercu suar yang mengagumkan untuk menentukan jarak lingkungan agak dekat, tempat Cepheid jarang terdapat. Pada jarak sedang dalam Bima Sakti, umpamanya, para ahli astronomi kerap kali memanfaatkan bintang R R Lyrae, yakni bintang berdenyut yang “pasang-surutnya” lebih cepat dan lebih redup daripada Cepheid. Masih ada lain-lain bintang yang kecerlangan aslinya dapat dikenali; bintang ini dapat diketahui berkat garis spektrum dan warna cahayanya. Para ahli baru saja menciptakan alay pengukur jarak yang baik untuk digunakan sampai jarak 2.000 tahun cahaya dan dapat diterapkan untuk bintang biasa seperti matahari kita; alat pengukur jarak ini memanfaatkan kenyataan aneh, bahwa ukuran lebar atau sempitnya dua garis serapan yang ditimbulkan oleh atom kalsium bintang tergantung erat pada kecerlangan bintang seluruhnya.

      Cara yang rumit dan cerdik tadi tidak akan meyakinkan jika tidak diikuti oleh pemeriksaan jarak bintang secara kasar dan cepat, dengan mengamati kecepatan gerak bintang. Jauh sebelum para ahli stronomi mengetahui bahwa bintang-bintang mengedari pusat galaksi, bahkan jauh sebelum mereka mempunyai gambaran mengenai apa sebenarnya galaksi itu, mereka telah menyadari bahwa semua bintang yang mereka lihat itu sedang dalam keadaan bergerak. Dalam hal demikian, bintang-bintang dekat, seperti pesawat udara yang terbang rendah, akan terlihat bergerak lebih cepat, dan bintang-bintang jauh, seperti pesawat udara yang terbang tinggi, akan terlihat merayap lambat.

 
     Dalam menggunakan kecepatan untuk memeriksa ulang jarak bintang, para ahli astronomi telah menyempurnakan metode-metode yang cermat untuk mengukur berbagai gerak bintang jika terlihat dari matahari, dan metode untuk mengurangi semua gerak semu akibat gerak lenggok bumi, pusaran dan goyangannya dalam mengorbit. Gerak sederhana bintang dalam melintasi wajah angkasa dinamai “gerak sejati”, dan diukur langsung dari perubahan sudut dalam tata koordinat bintang. Bagi beberapa bintang yang dekat, hanya diperlukan waktu beberapa tahun untuk mendeteksi gerak sejatinya, sedangkan bagi bintang jauh diperlukan waktu selama berabad-abad.


SELAIN gerak sejati, para ahli astronomi Abad ke-19 telah dapat mengukur kecepatan radial, yakni gerak bintang langsung menuju atau menjauhi matahari. Dalam perjalanannya di ruang angkasa, sebuah bintang mendesak gelombang cahaya haluan, dan memancarkan gelombang yang rentetan puncak-puncaknya lebih berdekatan dari biasanya. Begitu pula, gelombang cahaya buritan sedikit terenggang oleh gerak menjauh. Akibatnya, frekwensi gelombang cahaya haluan lebih tinggi, gelombangnya lebih pendek dan tampak lebih biru daripada seandainya bintang itu berlabuh di langit. Frekwensi gelombang buritan menjadi lebih rendah, gelombangnya lebih panjang dan lebih merah. Derajat kemampatan atau kerenggangan gelombang ini dikenal sebagai pergeseran Doppler, dan diukur dengan gejala bahwa garis serapan dan pancaran tergeser naik atau turun pada spektrum; banyaknya pergeseran itu bergantung erat pada laju bintang dalam mendekati atau menjauhi bumi.

      Dengan menelaah gelombang buritan merah dan gelombang haluan biru, bintang Cepheid dan lain-lain tipe bintang, garis-garis kalsium dan lain-lain garis pancaran atau serapan, para ahli astronomi modern telah menyatukan dya hal, yakni jarak bintang serta geraknya, dan menghasilkan gambar seluruh sistem dinamis yang menakjubkan: di dalam sistem tersebut matahari hanya merupakan satu di antara 100 milyar peserta lain yang mengorbit. Membayangkan seluruh Bima Sakti bukanlah pekerjaan yang mudah. Bintang-bintang itu bergerak dalam jalur-jalur yang mengitari pusat galaksi. Adapun gerak asli bintang adalah campuran antara gerak semu yang sejajar dengan gerak matahari dan gerak menjauhi atau mendekati matahari. Bintang yang jalurnya dekat pusat galaksi dapat menyusul atau mendahului matahari. Bintang pada jalur luar dapat mundur mendekati matahari atar semakin jauh ketinggalan di belakang matahari. Keadaannya masih lebih kacau, sebab ada banyak yang mengembara dalam gugus, yang satu mengitari yang lain.

      Karena kita sendiri terbenam dalam roda Bima Sakti, maka Bima Sakti itu hanya terlihat pada bagian kecil yang dekat saja, dalam bentuk pita yang terdiri dari bintang, dan terbentang di kedua belahan langit. Tetapi konsep Bima Sakti sebagai pulau alam semesta yang terdiri dari bintang-bintang dan merupakan galaksi spiral yang berputar lambat di angkasa, semua itu baru menjadi jelas ketika disadari bahwa terdapatlah galaksi yang tidak terhitung jumlahnya. Galaksi-galaksi ini nampak dalam berbagai perspektif, dan tersebar di segala arah sejauh jangkauan teleskop modern.

     Pita Bima Sakti yang paling tebal terdapat di Belahan Langit Selatan. Di sana, diseberang rasi Sagittarius, terdapat pusat galaksi setebal 10.000 sampai 15.000 tahun cahaya. Pusat itu berupa kawasan cemerlang, bentuknya mirip labu, sarat bintang merah besar, terselimuti kabut debu, dan hanya “tampak” dalam gelombang inframerah atau gelombang radio. Di seputar pusat itu terdapat bintang dan bahan bintang yang terbentang dalam bentuk piring dengan garis tengah 80.000 tahun cahaya. Jarak yang tak terbayangkan ini kira-kira 772 juta milyar kilometer. Di dalam piringan itu terdapat lengan-lengan debu dan gas gelap berhiaskan permata bintang raksasa yang gemerlapan dan tak terhitung banyaknya. Lengan itu bergerak dalam bentuk spiral meninggalkan pusat galaksi, laksana pancaran bunga api mengelilingi poros roda yang maha besar. Kalau bintang cemerlang di pusat galaksi berwarna merah, bintang cemerlang di lengan galaksi berwarna biru. Matahari tidak termasuk kedua jenis tersebut, sebab hanya merupakan bintang dari magnitudo kelima; cahayanya pun 100.000 kali lebih redup daripada bintang-bintang tercerah di sekitarnya. Matahari tidak menambahkan kecerahan biru pada lengan spiral itu, sebaliknya hanya memancarkan cahaya kuning lembut. Letaknya 30.000 tahun cahaya dari pusat, atau tiga perempat jari-jari galaksi; peredarannya di seputar pusat galaksi memakan waktu 250 juta tahun.


MATAHARI bersama selaksa bintang lain dalam piringan utama yang mengandung gas dan debu itu merupakan satu dari dua jenis penghuni utama galaksi. Tata bintang yang menyerupai kue apam, tetapi besar sekali, hampir serupa dengan piringan planit di seputar matahari. Tetapi Bima Sakti mempunyai bagian lain yang sangat besar: yakni selubung tak berdebu yang terdiri dari bintang dan gugus bintang; selubung itu berbentuk bola, dan garis tengahnya 100.000 tahun cahaya – serupa dengan ruang bola komit yang menyelubungi matahari berserta planitnya. Seperti bintang pusat, kebanyakan bintang cemerlang pada selubung itu berwarna merah. Bintang-bintang ini diperkirakan sebagai kaum tua-tua bintang; sebab umurnya setua galaksi.

      Gugus bintang selubung merupakan galaksi mini dalam segala hal: tiap gugus berisi puluhan ribu bintang cemerlang yang berjubel rapat. Oleh karena berbentuk bola, gugus tersebut hanya diberi nama “gugus bulat”. Di luar gugus, dalam selubung tadi juga terdapat beberapa milyar bintang lain yang mengembara sendirian dengan lintasan miring, melompati piringan galaksi dengan berbagai arah. Beberapa di antaranya benar-benar telah ditemui di dalam piringan, di dekat kawasan matahari. Ciri kunci untuk mengenali bintang seperti itu ialah kecepatan semuanya yang besar. Bintang tersebut bukan benar-benar mengebut mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan yang lebih besar daripada bintang lain, tetapi demikianlah kelihatannya, sebab bintang tadi tidak mengembara sejalan dengan busur orbit matahari, melainkan menembus piringan dari atas atau dari bawah, langsung menerobos, dan keluar dari sisi lain, dengan laju antara 80 sampai 320 kilometer tiap detik.
terdiri dari apakah galaksi kita? (www.techno.okezone.com)

 
      Selagi memetakan Bima Sakti dan menemukan letak bintang, para ahli astronomi juga mempelajari, apakah sebenarnya bintang itu. Pengamatan kecerlangan bintang yang telah membawa penghitungan jarak, juga telah membawa pengetahuan tentang ukuran dan massa bintang. Studi lama dengan spektroskop, penyaring, sel foto-elektrik, dan termokopel telah memungkinkan ditemukannya jenis-jenis bintang yang berguna sebagai mercu suar dan pengukur jarak, dan juga telah membawa pengetahuan menditil serta mengagumkan mengenai bintang. Pengetahuan itu telah menyingkap bahwa taburan di langit yang tampaknya monoton itu sebenarnya adalah benda langit yang beraneka warna, dengan seribu satu macam suasana dan keadaan yang tak terduga.
 
     Untuk dapat menghayati aneka ragam jenis bintang, orang harus membayangkan, bagaimanakah sebenarnya para ahli astronomi memperoleh keterangan dari jarak jauh. Seseorang mungkin berpikir, misalnya, bahwa bintang-bintang yang penuh gas itu tidak akan mempunyai perbedaan sifat magnetuk yang menyolok; kalau pun mempunyai, para ahli astronomi niscaya tidak akan dapat membedakannya. Ternyata memang ada perbedaan, dan para ahli astronomi dapat membedakannya. Garis spektrum cahaya yang terpancar dalam medan magnit akan terbelah menjadi dua atau tiga, terpisah oleh celah lebar atau sempit, tergantung pada kekuatan medan magnitnya. Dengan mengukur lebar celah – yang diberi nama pembelahan Zeeman – Horace W. Babcock dari Gunung Wilson telah mengukur kekuatan medan magnit pada ratysan bintang. Dia menemukan bahwa kekuatan medan magnit itu bermacam-macam, dari satu atau dua gauss, misalnya matahari kita, sampai 34.000 gauss pada bintang HD 215441 yang sangat jauh. Hebatnya pengaruh medan magnit raksasa seperti itu terhadap juari dan “bintik matahari” bintang masih harus dihitung. Tetapi andaikata salah satu bintang semacam itu mempunyai planit yang berpenghuni, makhluk planit tersebut akan dapat membangkitkan tenaga listrik yang mereka perlukan, cukup dengan meletakkan kumparan tembaga di tanah, dan pusaran planit akan mengerjakan segala-galanya.


SALAH satu hasil luar biasa dari spektrograf ialah pengukuran kepesatan pusaran bintang. Walaupun tepi bintang yang bergerak menjauh dan mendekat itu tercakup di dalam seberkas cahaya yang sangat kecil, pergeseran Dopplernya masih dapat diukur. Akibat pusaran, atom dari tiap unsur permukaan bintang akan maju sambil memperlihatkan warna biru, atau mundur dengan memperlihatkan warna merah, atau tetap pada jarak tertentu. Hasil akhir pergeseran ke merah dan kebitu merupakan garis-garis spektrum yang penuh coretan; garis itu akan melebar sedemikian rupa hingga dapat menyatakan dengan tepat kepesatan pusaran bintang tersebut.

      Kebanyakan bintang kecil, misalnya matahari, hanya mempunyai laju pusaran sebesar dua atau tiga kilometer tiap detik pada katulistiwa, tetapi bintang lebih besar yang ditemukan tenyata mempunyai laju gasing sangat sangat tinggi, yakni 300 kilometer tiap detik. Adapun sebabnya mungkin karena beberapa bintang besar itu, dalam masa terbentuknya, segera mengerut cepat, mulai bergasing serta berpijar sangat terang dan secara mendadak, sehingga pusarannya tidak tertahan oleh ruji-ruji magnetik lentur yang dibentuk disekitarnya dalam kabut gas tempat lahirnya bintang itu. Apa yang terjadi pada bintang yang bergasing pesat sesudah kelahirannya diperlihatkan oleh Pleionel, yakni salah satu bintang paling cemerlang dalam gugus Pleiades. Katulistiwa Pleione berpusar dengan kecepatan 304 kilometer tiap detik; alhasil, atom hidrogennya terus-menerus terlempar ke angkasa, dan menyebabkan pinggulnya terlilit gelang gas yang bercahaya karena rangsangan sinar ultraviolet hebat dari Pleione. Kenyataan bahwa kebanyakan bintang kecil bergasing lebih lambat daripada Pleione mungkin merupakan petunjuk bahwa bintang kecil pada umumnya terlilit oleh gelang yang terdiri dari planit; gelang itulah yang memperlambat pusaran bintang pada masa kelahirannya.

      Ada dua pekerjaan pokok dalam astronomi bintang, yakni pengukuran suhu dan kecerlangan. Bukan karena dua hal itu merupakan keterangan paling berharga mengenai bintang, melainkan karena hanya dua hal itulah yang langsung dapat dieroleh. Pengukuran suhu bintang dapat dilakukan dengan beberapa cara: ini hanya masalah pencarian, pada bagian spektrum manakah cahayanya paling terang. Umumnnya, jika cahaya spektrum yang paling terang adalah cahaya merah, maka bintang itu termasuk dingin; jika yang paling terang adalah cahaya kuning, bintang itu hangat; dan jika yang paling terang adalah cahaya biru, maka bintang itu panas. Dengan cara yang sama, kecerlangan sebuah bintang secara keseluruhan dapat ditentukan dengan mengukur intensitas cahaya pada setiap panjang gelombang, dan menjumlahkan hasilnya.

      Diantara ciri bintang, yang tepenting untuk diketahui ialah massanya. Berdasarkan massa, yakni jumlah bahan yang terkandung dalam bintang, para ahli astrofisika modern secara kasar dapat menduga, bagaimanakah sifat bintang itu nanti setelah menyala selama sekian tahun. Begitu pula ahli astronomi dapat menghitung umur bintang dari caranya memancarkan cahaya, asal saja mereka sudah mengetahui jumlah materi yang terdapat dalam bintang. Sayangnya, di antara angka statistik penting tentang bintang, massa adalah yang paling sukar diketahui dan sulit diukur secara langsung.

       Satu-satunya jenis bintang yang massanya dapat diukur secara langsung ialah bintang kembar: yakni suatu tata dua bintang yang saling mengedari, dengan orbit yang bentuknya ditentukan oleh gravitasi timbal balik. Berdasarkan kala edar serta jarak kedua bintang tersebut, massanya dapat ditentukan dengan menggunakan hukum gravitasi Newton. Untunglah, secara kebetulan, 75 persen dari semua bintang mempunyai satu kawan berdansa atau lebih, sementara bintang itu menempuh lintasan dalam galaksi. Kerap kali ada bintang yang melingkar begitu dekat dengan pasangannya, hingga kelihatan seperti satu bintang saja, padahal sebenaranya berupa pasangan dua bintang, kembar tiga atau pun dalam gugus. Bintang Antares dalam rasi Scorpio, yang menduduki urutan ke-16 di antara bintang-bintang paling cemerlang di langit, sebenarnya terdiri dari dua buah bintang, Alpha Centauri terdiri dari tiga bintang, dan Castor merupakan tata enam bintang.


PASANGAN bintang yang pertama-tama dikenali sebagai bagian sebuah satuan gravitasi ialah dua anggota paling terang pada Castor; pasangan ini dipelajari oleh William Herschel pada tahun 1803. Bintang kembar, atau biner, yang pertama-tama teramati ialah Mizar, yang terletak pada lekuk ”tangkai” rasi gayung besar (Biduk) dan pada tahun 1650 memperlihatkan diri pada teleskop model baru sebagai dua buah bintang. Sebelumnya pasangan tersebut nampak sebagai satu bintang saja. Pada tahun 1889 bintang yang lebih cemerlang dalam pasangan Mizar itu selanjutnya dapat diperinci lagi, berkat keunggulan spektroskop yang ajaib. Dalam spektroskop, cahaya bintang itu tampak terdiri dari dua pelangi yang tumpang tindih silih berganti. Sejak tahun 1889, jumlah bintang majemuk yang dapat dilihat dengan teleskop meningkat lebih banyak lagi berkat adanya spektroskop. Beberapa di antaranya, misalnya UV Puppis, yang satu menggelilingi katulistiwa bintang yang lain dalam tempo kurang dari dua jam, padahal katulistiwanya saja berjuta-juta kilometer panjangnya. Ada pasangan lain, seperti misalnya Beta Lyrae, yang tukar menukar bahan bintang melalui puncak gelombang pasang surut raksasa, dan kedua bintang itu terperangkap dalam golakan.

      Di antara bintang majemuk ajaib yang tersingkap oleh teleskop dan spektroskop, hanya bintang kembar sederhana sajalah yang massanya dapat diketahui. Sebabnya ialah karena pola dan irama “tango” tiga bintang, “fandango” empat bintang dan “mazurka” banyak bintang, jauh lebih rumit, bahkan bagi matematika modern sekalipun. Untunglah, sebagian besar bintang majemuk merupakan kembar dua, dan daripadanyalah para ahli astronomi mengetahui jumlah bahan bintang secara keseluruhan. Dari setiap keping pengetahuan seperti itu, mengalirlah pengetahuan lain yang tidak sedikit jumlahnya. Bintang UW Canis Maioris dalam rasi Anjing Besar, misalnya, merupakan bintang kembar dengan massa keseluruhan sebesar 36 kali massa matahari. Dari keterangan ini, dan kenyataan bahwa pasangan UW tadi 10.000 kali lebih cemerlang daripada matahari, para ahli astrofisika dapat menghitung bahwa pasangan itu akan terbakar habis dan mati dalam jangka waktu 300.000 tahun saja. Lagi pula mereka dengan beralasan dapat memastikan bahwa bintang tunggal, misalnya Rigel dalam rasi Orion, yang dalam banyak hal hampir serupa dengan UW Canis Maioris, tentu mempunyai massa yang sama besar dan masa depan yang sama panjang dengan bintang kembar tadi.


DENGAN menggunakan alat secara cerdik, hingga dapat menyingkapkan kebenaran maha besar dalam segala segi dan perinciannya, para ahli astronomi telah menggolong-golongkan berbagai macam bintang dalam Bima Sakti menurut massa, kecerlangan, suhu, komposisi, pusaran dan kekuatan magnetiknya; mereka pun telah menemukan bahwa ada dua kelompok utama, yakni bintang normal dan bintang abnormal. Bintang normal disebut nirmal karena dua alasan: bintang-bintang ini merupakan golongan yang paling banyak, terutama di daerah Bima Sakti di dekat matahari, dan bernyala dengan cara yang sesuai dengan perhitungan ahli astrofisika. Berdasarkan reaksi fusi, mereka dapat menghitung bagaimana bintang hidrogen harus bersinar. Bintang Massif, yang gaya tariknya dengan sangat cepat dan kuat memamparkan materi menuju pusat, tentu terbakar lebih cepat daripada bintang ringan, yang bahan bakar hidrogen pada terasnya kurang rapat. Oleh karena gravitasinya yang menimbulkan panas dan menaikkan suhu, bintang yang massanya besar membangkitkan lebih banyak tenaga bila dibandingkan dengan bintang kecil. Menurut gejala yang kelihatan, bintang besar pasti mempunyai nyala biru, terang dan panas; sedangkan bintang berukuran sedang pasti bernyala dengan warna kuning dan kurang panas; sedangkan bintang kecil bernyala agak dingin dan berwarna merah.

      Hirarki kecerlangan dan warna seperti yang dihitung oleh para ahli astrofisika tadi sebenarnya telah diamati oleh ahli astronomi, jauh sebelum orang mengetahui perbedaan antara fisi dan fusi. Hirarki itu ditemukan dengan cara mencantumkan macam-macam kecerlangan bintang menurut kelas spektrum pada suatu grafik. Kelas spektrum bintang terbagi secara sembarangan dalam urutan O, B, A, F, G, K dan M; klasifikasi ini mudah teringat oleh mahasiswa, berkat bantuan jembatan keledai yang dirangkai dalam bahasa Inggris di Universitas Harvard, yakni: “Oh, Be A Fine Girl: Kiss Me”. Ketika harkekat cahaya menjadi makin difahami, maka disadari pula bahwa setiap kelas spektrum menyatakan suatu jangkauan macam warna dan suhu. Pada satu ujung spektrum, bidang kelas O yang cemerlang dan masif adalah bintang panas, biru, dan suhu permukaannya berkisar antara 50.000o sampai 25.000o C. Bintang semacam itu sedemikian panas hingga sebagian besar tenaganya terpancar dalam bentuk sinar ultraviolet yang tak kasat mata. Pada ujung spektrum lain, bintang kelas M yang ringan dan redup sangat dingin, merah dan suhu permukaannya berkisar antara 3.000o sampai serendah 1.500o C. Suhunya begitu rendah hingga kebanyakan tenaganya berwujud sinar panas inframerah yang tak kasat mata. Bintang kelas G yang berbobot sedang, dan berwarna kuning, seperti misalnya matahari, terdapat di tengah spektrum. Suhu bintang kelas ini berkisar antara 5.500o dan 5.000o C, dan memancarkan sebagian besar tenaganya pada bagian spektrum cahaya kasat mata.


KALAU segala macam bintang normal dicamtumkan dalam grafik – kecerlangan disejajarkan dengan tipe spektrum – bintang-bintang itu akan terletak pada garis melintang miring dari bintang kelas O yang biru dan panas di sebelah kiri atas ke arah bintang kelas M yang dingin dan merah di sebelah kanan bawah. Bintang kelas G, seperti misalnya matahari, menempati kedudukan rata-rata yang “cukup memuaskan” di dekat pusat grafik. Garis yang dilalui bintang-bintang normal dalam diagram tersebut terkenal dengan nama “deret utama”. Kesesuaian yang mencengangkan antara teori astrofisika dan pengamatan astronomi, yakni antara yang seharusnya dan yang sebenarnya, tidak selalu menyenangkan kedua belah pihak, sebab sejak dari awal telah diketahui adanya beberapa bintang abmormal yang tidak jatuh pada garis“deret utama“ dalam grafik warna-kecerlangan, dan tidak pula memenuhi persyaratan termonuklir dalam teori atom masa lalu. Kebanyakan bintang abnormal terlalu cemerlang untuk type spektrumnya; letaknya dalam grafik warna-kecerlangan pun di atas garis deret utama. Pada satu ujung spektrum terdapat bintang“maha raksasa biru“ kelewat cemerlang, misalnya Rigel di Orion. Bintang ini jauhnya 800 tahun cahaya, tetapi kelihatan sebagai bintang ketujuh dalam urutan kelas paling terang di langit, karena memancarkan tenaganya dengan laju luar biasa, yakni 50.000 kali matahari. Pada ujung spektrum yang lain terdaftar bintang abnormal yang meliputi raksasa merah, misalnya Arcturus (bintang yang kecerlangannya nomor empat, seagaimana terlihat dari bumi, dan terletak di Booetes) dan maha raksasa merah, seperti Betelgeuse di Orion (bintang yang kecerkangannya nomor sembilan). Di antara kedua batas itu terdapat raksasa dan maha raksasa putih dan kuning yang kelewat cemerlang. Selain itu juga terdapat kelompok penuh teka-teki yang terdiri dari bintang berdenyut dan bintang meledak: bintang-bintang Cepheid jingga dan kuning, R R Lyrae putih yang kurang cemerlang, dan bintang kebiru-biruan yang sedang meledak dengan kecerlangan luar biasa (semilyar kali matahari), dan terkenal sebagai supernova.

      Keanehan bintang abnormal itu diperlihatkan oleh Betelgeuse, si maha raksasa merah di Orion. Menurut kelas spektrum, Betelgeuse hanyalah sebuah bintang merah kelas M; panas permukaannya separuh panas matahari. Bila dibandingkan dengan matahari, bintang-bintang kelas M yang normal garis tengahnya 10 kali lebih kecil dan cahayannya1.000 kali lebih lemah. Tetapi Betelgeuse itu garis tengahnya 800 kali garis tengah matahari, dan kecerlangannya 14.000 kali kecerlangan matahari. Di batas luar bintang maha raksasa itu, aliran raksasa terdiri dari julangan gas membubung dan menukik dengan kecepatan yang lebih besar daripada kecepatan pusaran seluruh bola bintang itu. Di dalam arus konveksi tersebut kerapatan atomnya juga lebih renggang daripada ruang hampa sempurna yang dapat dibuat oleh manusia di bumi.

       Seperti halnya ada bintang abnormal yang kelewat cemerlang, begitu pula ada bintang kurang cemerlang yang menduduki daerah bawah garis deret utama dalam grafik warna-kecerlangan. Bintang meletus yang disebut nova biasannya berwarna redup, tetapi ada kalanya menjadi kelewat cemerlang sewaktu berkobar dan melemparkan cincin asap gas dan debi ke angkasa sekitarnya. Lebih ke bawah lagi dalam grafik warna-kecerlangan tadi terdapat kelompok bintang sangat suram yang disebut“si kerdil putih“. Meskipun redup dan kecil, setiap bintang kerdil ini mengandung bahan sebanyak yang dikandung matahari, tetapi terpampat dalam volume sekecil planit Merkurius. Andaikata berada di bumi, bahan si kerdil putih ini akan berbobot satu sampai 20 ton atau lebih setiap sentimeter kubik. Mengapa bahan si kerdil putih yang terpampat sampai luar biasa padatnya itu tak menghasilkan transformasi termonuklit baru dan meledak? Alasannya mungkin karena semua bahannya telah berubah menjadi abu nuklir, yakni atom yang tak mampu bereaksi lagi.

SI kerdil putih itu seolah-olah berupa bintang yang sedang sekaratm dan kebanyakan bintang abnormal lain sangatlah goyah, atau setidak-tidaknya mengembung sedemikian rupa hingga dapat diduga bahwa masa depannya sangat goyah. Berdasarkan semua fakta ini para ahli astronomi yakin bahwa bintang-bintang abnormal adalah penderita sakit tua. Walaupun begitu, sangat pentinglah menyadari bahwa bintang abnormal yang menuju kematian itu hanyalah merupakan sebagian kecil dari semua bintang. Kebanyakan jenis bintang abnormal – yang menjadi nyata berkat adanya contoh yang ditemukan dalam berbagai pasangan bintang kembar – massanya berkisar antara satu sampai 30 kali massa matahari. Karena bintang tersebut masif, maka umurnya pendek. Bintang yang massanya sebesar matahari atau lebih kecil akan berumur panjang dan belum dapat digolongkan sebagai bintang tua. Jumlahnya jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan bintang yang massanya abnormal.

      Setiap ada satu bintang Rigel (pemancar sinar ultraviolet, 30 kali lebih masif daripada matahari 50.000 kali lebih cemerlang, dan jangka hidupnya 100.000 kali lebih pendek) terdapat 200.000 matahari yang kuning, dan beberapa juta bintang kelas M yang lemah cahaya dan lebih kecil daripada matahari. Hakekat kebanyakan warga jelata Bima Sakti paling baik dapat dilihat justru di lingkungan matahari sendiri. Dalam jarak 16 tahun cahaya di sekitarnya terdapat 50 bintang: 28 bintang tunggal, delapan bintang kembar dan dua kembar tiga. Terdapat juga lima pengiring yang tidak nampak; entah itu bintang yang kelewat kecil ataukah planit raksasa, belumlah dapat dilihat, kecuali dari gangguannya yang melenggokkan gerak bintang sekutunya. Di antara 50 bintang di sekitar matahari itu terdapat empat bintang kerdil putih yang hampir terbakar habis, dua bintang maha terang kelas A yang jangka hidupnya pendek, sebuah bintang kelas F yang putih kekuning-kuningan, dua bintang kelas G berwarna kuning lembut seperti matahari, tujuh bintang kecil kelas K berwarna jingga, dan 34 bintang kecil kelas M yang tersebar.

      Di dalam“ kolam renang setempat“ – demikianlah diibaratkan oleh Walter Baade dari Gunung Palomar – sebenarnya matahari jelas merupakan“ katak“ besar. Tetapi kebanyakan“berudu“ berkulit merah di sekitar matahari mempunyai satu kelebihan meyolok. Menurut pandangan modern dalam teori evolusi bintang,“berudu“ itu akan tetap bercahaya 10 sampai 200 kali lebih lama daripada matahari – milyaran tahun sesudah matahari padam.

Post a Comment

0 Comments